menemani



Bersama angin dan malamku yang masih setia memberi nyawa, diantara mereka yang akan teringat bahwa aku ada. Mereka adalah batang tembakau dan kopi yang berkubang diantara air dalam cankir. Aku masih menjaga raga agar tetap terjaga, dalam dingin berkabut gelap yang menyelimuti tubuh setengah telanjang. Dia suka bertelanjang dada ketika malam, karna aku memintanya. Agar tangan dan jemariku leluasa menjamah, menjadikannya mainanku ketika tubuh lelahnya terbaring disampingku.

Seperti malam ini, ketika kudekati tubuhnya tengah telentang menantang. Tubuh terasa berisi dengan otot yang terbiasa bekerja keras, dada dan perut kencang berisi, juga lengan yang kuminta menjadi bantalku. Dia kemudian mendekapku sembari meraba punggungku, melirikkan mata mencari sepasang kornea. Sekedar memberi senyum kecil lalu kembali dalam dunia mimpinya. Sedangkan tanganku telah bermain diatas dadanya, meraba sembari mencari bagian tubuh yang membuatnya terasa hangat. Inti dari kehangatan yang kurasakan di tiap malamku bersamanya. Benda yang selama ini kucari, hati.

Bagaimana aku bisa menemukan hati yang terbagi, jika memang benda yang tersembunyi di dalam rusuk itu bukan untukku. Lalu dimana ia sembunyikan hati yang dia sering katakan milikku, yang hanya terukir dengan namaku? Karna sepengetahuanku yang berada di balik dada ini bukan untukku. Tapi untuk seseorang wanita yang telah tiga tahun menemaninya.

♥♥♥

Dia telah menemaniku selama tiga jam lebih, melewati siang dan terik dengan tangan yang setia menggandeng lenganku. Menemaniku seperti hari-hari biasanya, wanita yang terus menyayangiku dalam tiga tahun terakhirku. Tapi itu bukan mauku, dan aku tak memintanya untuk terus bersamaku. Karna aku telah meminta untuk mengakhiri hubungan kami dua tahun yang lalu. Dan kali ini aku benar-benar ingin mengakhirinya. Sedari tadi otakku sibuk merangkai kata, agar dia tak lagi menemani.

Tapi, bagaiamana aku mampu berkata? Sedangkan dia tak lagi menunggu kata, dan telinganya tak lagi untukku. Dia tengah serius mendengarkan suara dari benda yang menempel di telinga kanannya, dia meminta untuk tidak diganggu jika sedang menelfon. Apalagi jika menyangkut masalah pekerjaan, terlebih dia baru saja mengatakan itu dari atasannya. Dia meminta izinku untuk membatalkan makan siang yang sudah kemaren sore kurencanakan. Juga kata yang telah terangkai menjadi kalimat perpisahan gagal ku ucapkan. Jadilah aku sendirian menikmati siang yang teramat menyebalkan. Bahkan ketika rasa kesal ini ingin kubuang dengan asap tembakau, tak kutemukan korek api yang selalu kusimpan disaku celanaku. Ah, ini pasti ulah dia.

Ya, dia suka sekali membawa pemantik api warna hitamku. Karna benda itu selalu mengingatkannya padaku, pada pertemuan kami. Enam bulan yang lalu, suatu malam ketika dia butuh api untuk menyalakan sebatang rokok. Setelahnya, dia telah sanggup memasung perhatianku. Bercerita banyak tentang dirinya dan segala sesuatu tentang hidupnya. Hanya masalah waktu hingga dia sanggup mencuri hatiku. Menuliskan namanya dihatiku lalu membawanya pergi dari wanita yang telah tiga tahun menemaniku. Ah, rasanya ingin segera ke tempatnya dan menghabiskan malam dengannya.

♥♥♥

Malam ini begitu kelabu dengan tiada bintang yang menghiasi langit, juga pada hatiku yang masih tersisa penyesalan. Kenapa aku mengingkari janji untuk menemani makan siang bersamanya. Padahal, aku begitu bersemangat ketika kemaren sore dia menawarkan makan siang berdua. Juga semangat yang menggebu ketika tahu dia mengajakku ke kantin kampus dimana dia dulu pernah menyatakan rasa padaku. Ah, harusnya siang tadi teramat romantis jika aku bisa menghabiskan waktu bersamanya. Terlebih, dia suka membuat kejutan untuk..

Ya tuhan, kenapa aku lupa hari ini tanggal 21 Agsutus?! Lelaki keparat itu begitu rapi menyimpan rahasia, bahkan rencana untuk memperingati hari jadi kami yang ke tiga. Mungkin juga karena rencana inilah dia tak berbicara tadi siang, menyimpan semuanya untuk di sampikan tepat pada waktunya. Sial, ini tak romantis lagi. Dia telah menghancurkan semuanya. Oh, bukan. Aku yang telah merusak rencananya dengan meminta izin untuk pergi menghadap atasan. Merengek dan memohon untuk kembali ke kantor karna ada rapat mendadak. Aku begitu senang ketika akhirnya dia tersenyum dan mengizinku untuk pergi. Tapi sekarang, kesenangan itu berubah menjadi penyesalan yang tak terhingga. Dan aku hanya bisa berangan tentang rencanyanya tadi siang. Mungkin dia sedang menyewa kantin itu hanya untuk kami berdua, memberiku cincin dan melamarku. Ah, senangnya jika dia benar-benar melamarku. Tiga tahun menemaninya akan menjadi sempurna jika bisa menghabiskan sisa waktu bersamanya.

Kurasakan pipiku memerah, membayangkan bagaimana lelakiku akhirnya bisa berbaring satu ranjang bersamaku.

♥♥♥

Malam masih memberiku sejuta pertanyaan tentang hati yang masih kucari. Apakah benar pria ini mempunyai dua hati? Aku masih meraba dadanya, meraba nama yang terukir di hatinya.

"Hatiku milikmu seutuhnya." suara berat terdengar dari mulutnya, lalu mencium rambutku.
"Lalu, dimana hati untuk wanita yang telah tiga tahun menemanimu itu?"
"Bukannya telah kau curi?"

"Lalu kau taruh hati dengan namamu di situ."




Menunggu pagi
Soerabaya, Juli 2008

Comments