Pembangunan

Seorang pemuda berjalan gontai meninggalkan masjid, langkahnya masih terasa berat meski ia telah banyak bercerita kepada tuhan tentang jalan hidupnya. Ia ingin percaya bahwa tuhan masih menyayanginya seperti 5 tahun sebelumnya, ketika jalan hidupnya begitu mudahnya.

Lalu ia teringat tatkala baru saja ia lulus dari pondok pesantren dan kmbali ke desanya, ia sudah diberikan tempat yg cukup layak sebagai ketua remaja masjid sekaligus guru ngaji untuk anak2 warga dengan beberapa imbalan seikhlasnya. Ya, seikhlasnya. Karna  ia sadar betul bahwa dirinya bukanlah ustadz terkenal yg biasa muncul ditipi dengan bayaran menggiurkan. Dan ia tak bisa menuntut banyak, karna sekolah ngaji beserta segala biaya nya datang dari bantuan warga di kampung kelahiranya. Dengan sedikit bantuan dari teman sebayanya, ia mengajar puluhan anak kecil yg menjadikan rumah tuhan nya begitu ramai setiap petang menjelang. Yah, meski kebanyakan anak susah diatur tapi ia bahagia melihat begitu ceria nya anak2 yang belajar memahami kitab suci.

Hingga malapetaka itu datang. Sebuah rencana pembangunan pabrik yg membutuhkan banyak tenaga unt

untuk bekerja disana. Mulai dari bapak2 yg menjadi kuli, pemuda-pemudi yg menjadi pegawai administrasi, hingga ibu2 yg mulai pintar untuk membuka warung atau sekedar pembuat jajanan.

semua berjalan begitu cepat hingga kampungnya tumbuh dengan kemajuan luar biasa. Beberapa pabrik didirikan lagi di kampung tetangga. Pembangunan jalan, kantor desa, pasar dan berbagai bangunan baru tumbuh menyertainya. Tak ketinggalan masjid tercinta nya dipercantik dengan bantuan pengusaha pemilik pabrik2 disekitarnya. Tapi rumah tuhan yang megah itu semakin sepi. Bangunan yg dulu hanya disangga tiang berkayu jati kini berhias pagar besi. Lantai yg dulu hanya beralas semen kini mulus dengan marmer. Barisan jama'ah ketika beribadah kini lebih mudah di jumlah. Anak-anak yang dulu merdu membaca kalimat ayat sekarang menjadi senyap.

Banyak kisah yg telah berganti seiring dgn pembangunan negeri. Tempatnya mengajar ngaji kurang tenar dibandingkan bimbingan belajar yg semakin bermunculan.
Orang tua lebih memilih anaknya lulus sekolah daripada sibuk beribadah. Lulus dengan nilai bagus lebih utama daripada harus belajar agama terus menerus. Hingga mereka lupa menyisakan sedikit ruang untuk tuhan di dalam dihatinya.

Kesedihan nya memuncak ketika ia bertegur sapa dengan mantan Lurah yg dulu menyekolahkannya. Setelah panjang lebar ia mengutarakan kegelisahannya, sang lurah malah mengajaknya turut serta bekerja dipabrik sebagai buruh ankut mengingat ia tak punya ijazah SMA. Bukan kare'na bayaran yg sedikit itu yg membuat ia sedih, tapi ketika semua orang di desanya telah berpaling dari rumah tuhan, kenapa orang yg telah ia anggap sebagai guru itu juga memberikan saran yg sama. Berpaling dari tuhan nya??

"tuhan itu bertahta pada tiap hati manusia, le...," ucap sang mantan lurah bersahaja. "meninggalkan masjid bukan berarti manusia lupa siapa tuhan mereka"

tapi jika setiap dari mereka tidak pernah bertamu ke rumah nya? apakah mungkin mereka mau dan mampu mengingat siapa tuan rumah nya?

Tapi ia lebih memilih untuk menyimpan pertanyaan nya jauh di dasar hati nya. Ia hanya bisa terdiam, cukup lama, pun ketika sang mantan lurah bertanya tentang kesanggupan untuk bekerja bersamanya.

"Di mana tuhanku?" ucapnya lirih sebelum berlalu, meninggalkan pelataran masjid yg semakin sunyi ditelan sepi. 

-Blora, akhir Oktober 2013
kesepian ditengah Proyek Pembuatan Gula Jawa

Comments

Post a Comment

Web blog ini menerima semua comment, critic, caci maki, umpatan, bahkan penghina`an.
Karena kebebasan berpendapat juga telah di atur dalam undang-undang.