ruang belajar

Tak habis fikirku ketika tersadar tubuhku masih terpaku di sini, duduk diantara manusia² terpelajar yang terus mencoba mengisi otak kecil mereka dengan segudang ilmu [baca; nilai² akademis] dengan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Bukan, aku tidak sedang ingin mengeluh tentang biaya yang telah terlanjur ku keluarkan, tapi bahasan intinya adalah tentang ilmu yang masih menjadi tanda tanya besar di otakku. Apakah ilmu ini nantinya akan menjamin kehidupan yang lebih baik? Ataukah hanya berujud mimpi semu yang slalu menjadi bayanganku?

"Kriiiing...!!!" bel panjang yang kunanti akhirnya berbunyi. Tapi tak mampu mengusirku dari banku diantara sekat ruang yang telah ku huni selama lebih dari lima tahun yang lalu.

Masih teringat ketika pertama kali memasuki ruangan ini. Dulunya, aku tak pernah berfikir bagaimana ilmu menjadi penentu masa depan, bagaimana sebuah nilai berfungsi sbagai cermin kecerdasan sesorang, atau sebuah gelar dapat menentukan strata sosial dalam hegemoni masyarakat. Waktu itu, ketika pertama kali merasakan menjadi seorang mahasiwa, hal pertama yang selalu kuingat adalah perkataan kakak tercintaku, bahwa apa yang kujalani saat ini mestinya menjadi sebuah kenikmatan mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Perkara ilmu itu nantinya ingin kupakai untuk apa, hanyalah masalah waktu yang akan menentukannya. Ini tentang bagaimana cara menikmati proses mendapatkan ilmu, seperti yang selalu dipetuahkan oleh ayah, bahwa tenggat waktuku sekarang adalah sebuah medan perang yang harus kumenangkan. Bukan berarti aku harus melawan musuh untuk mendapatkan kemenangan itu, tapi aku harus mengalahkan diriku sendiri.

Seketika aku berfikir untuk meninggalkan ruangan ber`AC ini. Melankah membuka pintu menuju dunia luar meninggalkan hegemoni ruang sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Seperti ketika mulai mendapat pelajaran dari kehidupan, ketika tersadar bukanlah ruang yang aku butuhkan. Melainkan sebuah keterbukaan pikiran untuk menyaring konsep dari ilmu yang aku butuhkan. Bukan malah tertutup oleh stiap sisi tembok yang terus mengurung keranka pikirku untuk tetap berada di dalamnya.

Tapi bagaimanapun, suka atau tidak, hegemoni itu pun telah di konsumsi oleh sbagian besar makhluk penghuni linkungan di mana aku tinggal di dalamnya. Disadarai atau tidak, aku pun mulai mengkonsumsi hegemoni konyol itu. Karna memang begitulah konsep bersosialisasi dalam sebuah masyarakat, bukan?

Ah, seandainya ada ruang belajar yang lebih menyenangkan......,,

Comments

  1. tetep semangat Do..

    ada banyak otak yang berpikir..
    ada banyak manusia yang kehabisan atau tidak diijinkan memilih ruang..

    kamu memilikinya
    carilah sepuasnya, sebanyaknya.. ILMU

    :beer: :)

    ReplyDelete
  2. @ e-kokom; :D
    skarang ini, bersamamu..,,
    dan teman² yang laen, Q mencoba mencari ilmu dari ruang² yang kita miliki...,, ;;)

    ReplyDelete

Post a Comment

Web blog ini menerima semua comment, critic, caci maki, umpatan, bahkan penghina`an.
Karena kebebasan berpendapat juga telah di atur dalam undang-undang.