Sedikit membiru ketika membaca note Pipah, sepupu kecilku di Solo, yang tengah bercerita tentang kakak tertuanya. Catatan yang sebenarnya teruntuk hari special sang kakak, Nuri Nasriah yang sekarang masih menuntut ilmu di Jakarta. Ucapan selamat ulang tahun yang munkin tak pernah terpikir untuk ku sampaikan kepada keluarga. Tapi tiap hari yang terlewati pun tak akan lepas dari ingatan, lebih dari sekedar hari ulang tahun. Kehidupan yang membentuk tiap individunya untuk belajar dewasa, lebih dari sekedar pesta yang harus di rayakan setiap hari kelahiran. Pembelajaran tentang kehidupan.
Aku, Tantol, Piyol, Pipah, Nuri, Fajar, dan bagian keluargaku yang lain, pun munkin tengah mengalami tahap pembelajaran tersebut. Meski tak ada lagi kamar yang kami jadikan tempat bermain cublak² suweng, atopun delikan sebagai penghabisan waktu ketika menunggu orang² dewasa selesai dengan urusan mereka, meski tak ada lagi kesempatan untuk merasakan kehangatan kebersamaan, tapi ada hati yang menyatukan kami. Setiap dari mereka yang slalu ada untuk membantu berjalan menghadapi sbuah tahap kedewasaan.
Munkin tak akan ada lagi teman bertengkar rebutan bancaan -ritual kalo bapak ibuk pulang dari yasinan- atau sodara² cerewet yang berteriak perkara kamar mandi belum dikuras karena aku keasikan maen sama lek no, nyogok, kadal, chandra dan sahabat gendheng lainnya. Karena setiap dari mereka telah menempuh jalan kedewasaan masing².
Senang rasanya ketika melihat Nuri dan Pipah, yang tanpa sepengetahuanku, telah tumbuh menjadi dewasa dengan terikat satu sama lain. Seperti Tantol yang selalu memberiku pelukan hangat ketika aku merindu peluk ibuk, seperti Piyol yang slalu tangguh menjadi lawan di setiap perdebatan. Ketika melihat mereka, Nuri dan Pipah, aku teringat Dimas yang tersingkir dipinggir dan slalu mencoba mencuri perhatian. Hahaaa..,, itu bukan aku, Dimas tak munkin menjadi sepertiku.
Hahh....!!! Siapa sudi menjadi sepertiku, menjadi paling bodoh di keluarga dan paling malas diantara semuanya. Nuri laksana Piyol yang slalu membanggakan disetiap catatan akademisnya, dan Pipah seperti Tantol yang begitu rajin menangani setiap keadaan rumah. Dan tidak akan munkin Dimas menjadi sepertiku yang sebegitu cengeng menatap kehidupan.
Karena hanya aku saja yang begitu cengeng karena tak dibelikan balon warna-warni itu. Ah, kenapa aku teringat berada dipangkuan bapak ketika menjelaskan kenapa aku tak dibelikan balon itu. Meski mulai samar perkataan bapak waktu itu, tapi masih jelas dalam benak`ku stiap petuah yang diberikannya. Setiap kesederhanaan dan perjuangan untuk menjadi seorang laki-laki. Meski dulunya aku ingin menjadi seperti bapak, sekarang aku mulai berfikir untuk menjadi lelaki yang lebih baik dari bapak. Semoga do`a dan restu kalian menjadi do`a dan restu dari tuhan. Semoga.
Aahh...,, mentari mulai bersinar lagi. Kehidupan masih akan terus berjalan dengan begitu banyak perjalanan manusia menuju tiap mimpi mereka. Kesuksesan dan kebahagiaan dari setiap individu bersama setiap individu lain yang membantu setiap orang menjadi manusia seutuhnya.
Terima kasih untuk setiap kalian yang membantu meraih mimpiku,
juga untukmu, bidadari cantik yang slalu menjadi salah satu mimpiku...
Soerabaya, the first November rain of 2009
sungkem kulo dumateng ibuk bapak.
;))
ReplyDeletewuhuuuui.....
waduh...
ReplyDeletebapak ridong mengharukan..
kalongers sepi bang!
@ all; ada apa dengan kalian smua ini...,, haha...,,
ReplyDeleteoh, ya mus...??? kalongers di empe, kah??