sore

Langit telah berwana orange diantara goresan awan dan udara lembab guyuran hujan. November rain, mungkin. Tapi langit tetep menutup hari dengan warna keemasan meski sempat kelabu seharian. Senja yang indah seperti biasa.

Seperti sore sebelumnya ketika kau mengucap pelan perpisahan, diantara hembusan angin yang turun dari sela dedaunan. Juga mengalir diantara helai rambut pendek sebahu, kau selalu terlihat cantik dengan rambut itu. Juga tiap senyum yang selalu kau berikan padaku tiap kali pulang dari tempat kost-ku. Tapi tidak untuk sore itu, kemarin saat wajah tertunduk seperti menghitung rumput yang tumbuh di taman kota. Kau berucap padaku tapi tak sedetikpun memandang kornea ataupun menggengam jemari.

"Sepertinya ini terakhir kali kita menghabiskan senja,"
"Sepertinya..." ucapnya pendek.

Lalu wajah ayu itu beranjak pelan, mengajak tubuhnya berlalu dari tempatku. Aku ingin mengejarnya, betapa aku ingin menahan gerak langkah kakinya. Tapi tubuh ini tak mau diajak kompromi, hanya ingin merelakannya pergi. Mungkin ini jalan terbaik untuk dia, untuk gadis yang telah beranjak dewasa.

Dia telah berucap padaku, sebenarnya meminta, meminta keseriusanku untuk mengambilnya. Melepaskan belenggu keluarga dan belajar mandiri untuk hidup berdua, tapi dia meminta pada lelaki yang tidak tepat. Lelaki sepertiku yang hanya memiliki cukup gaji untuk menghidupi diri sendiri dan biaya kuliah yang tak sedikit jumlahnya. Apakah nantinya dia akan mampu menerima keadaan itu? sepertinya tidak.

Sepertinya, terlalu banyak ketakutanku hingga tumbuh seperti tumor yang mengakar di dalam tengkorak. Menggerogoti optimisme yang dulu sempat ada ketika menyatakan rasa suka padanya, ketika pertama kali kutemukan tanda dia wanitaku satu-satunya. Bahkan telah menyerang keberanianku untuk menghubunginya, menjadikanku seorang pecundang yang hanya bisa menikmati sore di sini. Lagi, sendiri.

♥♥♥

'Ah, sore yang indah,' ucapku datar ketika melaju pelan bersama Jazz hitamku. Hari yang melelahkan berjejal schedule menyesakkan bertemu client yang tidak semua mengenakkan. Tapi ya begitulah resiko public relation 'kacangan' sepertiku, menarik mereka supaya menerima bekerja sama denganku. Semua terlihat biasa saja ketika menatap senyum manisku, selanjutnya adalah medan perang dengan tembakan pertanyaan memojokkan datang dari tiap penjuru. Taik!

Tapi tak apalah, toh semua berjalan sempurna seperti biasanya. Sempurna, entah kenapa channel random di radio memutar lagu itu. Syair pelan yang lantunkan Andra and The Backbone seharusnya tak lagi diputar saat album terbaru mereka akan di release bulan depan.

'Kau begitu sempurna
dimataku kau begitu indah
kau membuat diriku akan slalu memujamu
'

Hmm, dimanakah kesempurnaan itu? Adakah hal sempurna di dunia? Entah kenapa, beberapa saat kemudian muncul bayangan seorang wanita di antara sudut ruang lamunku. Wajah lama milik seorang wanita yang begitu kupuja, hanya saja tak mampu kupertahankan dalam genggam hatiku. Entah di mana pemilik wajah itu setelah tujuh tahun menghukumku, menutup rasa untuk wanita lainnya selama itu juga.

Wanita lain, sepertinya aku sudah tak bisa lagi memikirkan wanita selain dia yang dulu selelu menemaniku selesai pulang kuliah. Bercanda diantara jalan setapak di teduhnya taman kota, menghabiskan waktu dengan bermain ayunan atau perosotan. Kami seperti anak kecil yang asik bermain menghabiskan waktu, atau menghabiskan es teh yang dibungkus plastik bening diam melihat keluarga kecil saling bergandengan tangan. Lucunya.

Lucu juga ketika menyadari Jazz hitamku melalui taman yang baru saja ku lamunkan. Baru tersadar kalau rumah teman yang akan ku singgahi malam ini berada di daerah nginden. Tak jauh dari Terminal Bratang dimana taman itu berada tepat di sebelah utara. Kebon Bibit, begitu kami memanggilnya. Segera putar balik sebelum melewati perempatan Bratang, urusan temanku bisa dipending nantilah. Sudah lama aku tak menghabiskan waktu sore di kebon itu, terhitung setelah studyku selesai. Itu sekitar 5 tahun yang lalu. Ah, sepertinya ada memory yang bisa ku kenang di sana.

"Anjing..!!" sontak ku rem mendadak ketika seorang anak kecil turun mendadak dari trotoar. Untung saja kecepatanku tak seberapa karena memang aku ingin berhenti, tapi tetap saja membuatku kaget. Segera aku keluar dari mobil, mendapati sang adik kecil telah berada di dekapan ibunya. Masih menangis tapi tak ada luka, mungkin ia kaget sama sepertiku.

"Adek ngga apa-apa, khan?" pertanyaan bodoh seperti orang kebanyakan.
"Oh, ngga apa-apa kok Om, mungkin hanya kaget saja," jawab sang ibu yang masih sibuk menenangkan putrinya.
"Maaf ya buk, saya tadi sempat melamun. Jadi...," deg..

Seketika tenggorokanku tercerkat, ketika wanita tersebut memandangku. Dengan wajah teduh dibungkus jilbab yang cantik, wajah itu langsung mengingatkanku. Pada bayangan wanita yang telah tujuh tahun berlalu, menghilang begitu saja dan sekarang berada tepat di depanku. Dia...

"Bunda! Adek pengen beli es klim..!!" teriak adek kecil itu, sambil menarik jilbab sang ibu.



Awal november,
aku ingin ke taman itu lagi el...



Sempurna, song by Andra and The Backbone.
Senja, Photo by princessmartini.

Comments