Saya sering mengalami ini, ketika dulu kakak menulis pesan pendek via sms, saya langsung berfikir betapa bahagia hidup di rumah dengan keluarga yang kita cintai.
Perasaan seperti ini, bagi perantau seperti saya mungkin hal yang lumrah. Kerinduan pada kampung halaman, orang tua, teman-teman bermain, suasana desa dan begitu banyak hal yang begitu mengakar di benak saya. Ikatan pada mereka, kenangan dan memory yang menjadi buah rindu. Pun masih seperti itu, meski telah menginggalkan rumah selama 4 tahun, rindu itu masih mencandu. Belum lagi ketika ibu sering menelfon tapi tak pernah saya angkat karna malas mbawa hape, rasa bersalah kian mencambuk. Padahal, hape itu dihadiahkan biar kami lebih mudah berkomunikasi. Emang badungnya ga ketulungan, hehe.. Bikin ibuk khawatir terus. Seperti awal kepergian dulu, Maaf buk.
Awal kedatangan ke sini, adalah awal pembelajaran kemandirian, dengan begitu banyak penyesuaian. Begitu sulit mengenal linkungan baru. Bertemu orang² baru dan mencoba beradaptasi dengan lingkungan anyar. Ini tak mudah, terutama bagi orang yang susah bersosialisasi seperti saya. Faktor pendukungnya mungkin kecintaan pada kesendirian. Tapi tidak jika saya bergabung dengan keluarga, atau teman sepermainan. Rasanya bisa melepaskan semua beban bersama mereka, menjadi diri saya seutuhnya. Tidak ketika berada di sini bersama manusia yang saling curiga, saya terkondisi seperti mereka. Dan itu membuat saya seperti manusia yang tak mengenal orang sekitar, saya begitu acuh dan menikmati egoisme. Ah, rasanya tidak terlalu dipermasalahkan jika lingkungan ini membantu, tapi ternyata tidak berjalan semudah itu.
Bagaimanapun, tiada tempat senyaman rumah.
Comments
Post a Comment
Web blog ini menerima semua comment, critic, caci maki, umpatan, bahkan penghina`an.
Karena kebebasan berpendapat juga telah di atur dalam undang-undang.