seni dan seniman

beberapa hari terakhir aku banyak bertemu dengan seniman nyleneh dari berbagai kultur Indonesia, beserta karakter yang ikut menghias ideologi mereka. Ada yang berusaha menonjolkan pribadi misterius sampai yang kocak sekalipun. Mereka yang mayoritas hidup tanpa ikatan aturan atau berusaha menciptakan aturan hidup untuk diri mereka sendiri.

Om Welldo misalnya, pria tua yang suka mengajak atau memaksaku untuk berdiskusi tentang arti kehidupan yang masih belum mampu ku cerna dengan begitu gamblangnya, padangan hidup begitu luas hingga tiap katanya hampir tak mampu ku serap meski memang ada yang nyantol, beberapa saja. Mungkin hanya pemahaman keberagaman kehidupan yang menyetarakan semua makhluk layak di kasihi dengan meninggalkan alasan agama manapun. Dan labih panjang lagi tentang penjabaran pengertian ke agama an ini.

Lain dengan Mbah Gimbal yang hanya mengajak kami terkagum melihat tingkahnya yang kadang terlihat misterius dengan sesekali menebar rasa kagum akan kemampuannya melakukan atraksi kecepatan tangan. Maksudku, sulap. Lalu dengan serta merta ia meninggalkan kami terheran-heran begitu saja.

Atau Om Ellano dari Jakarta yang langsung terasa akrab dengan canda senyum kecil dari wajah lucu`nya. Entah sudah berapa usianya, tapi dia masih mampu mengarungi Surabaya dan beberapa kota di Jawa Timur meski baru kurang dari 4 hari ia berada di sini.

Semangat juang mereka, menggila diantara ribuan orang yang merasa waras mengatur tingkah laku sesamanya, mendeskripsikan baik dan buruk dengan cara mereka sendiri, sementara orang-orang ini mampu berjalan dengan langkah mereka sendiri. Tak beraturan dan tak ada suatu keharusan yang memaksa mereka melakukan sesuatu, kecuali atas perintah hati mereka sendiri. Tak lagi harus mengambil jalan lurus kehidupan jika ternyata yang berliku terasa lebih menyenangkan. Aku masih belum mampu mencerna pola pikir mereka, atau belum berani mengambil langkah extreme seperti itu.

Kita, atau mungkin cuman aku saja, yang terus termakan hegemoni kehidupan bahwa hidup sudah pasti harus begini, ketika lahir hanya mampu menangis, remaja harus belajar, dewasa harus 'bekerja' dan berkeluarga, menikmati masa tua dan mati. Atau mengambil langkah extreme dengan keluar dari jalur itu, ciptakan ritme hidup sendiri, entah, apapun itu. Untuk mencari kebahagiaan semu.

andai, aku tahu jawabmu.

Comments

  1. Sejauh ini, aku bangga dengan para seniman...
    Hidup berdasarkan ideologinya sendiri, memandang hidup begitu amat sederhana, tapi selalu melangkah dengan hal pasti...
    *BeBek mulai sok pinter
    Heheheh..

    ReplyDelete
  2. Jadi ngearas ada untung dulu pernah kuliah di ISI Jogjakarta yang tetap istimewa!...heheheh...salam ya mas bro...

    ReplyDelete
  3. @ irul; makasih kunjungannya, cak....!! :D

    @ bebek; dari bali juga kan....??
    kenal Om Welldo ga...?? hehee...,,

    @ Belantara; lho, ngambil jurusan apa ni.....??

    ReplyDelete

Post a Comment

Web blog ini menerima semua comment, critic, caci maki, umpatan, bahkan penghina`an.
Karena kebebasan berpendapat juga telah di atur dalam undang-undang.